.emoWrap{ background:#ccc; border: 1px solid #333; margin:5px; padding:10px;}

Rabu, 15 Januari 2014

AYAH

Hari itu sekitar pkl 04.00 kurang dan aku masih terlelap, hingga Ibu masuk ke kamar dan membangunkanku. “Ayah nak, Ayah” teriak Ibu sembari menangis. Aku belum membuka mata tapi suara tangisan Ibu terdengar jelas. Aku kemudian berusaha mengumpulkan pikiran positifku dan bergegas bangun. Aku mulau menuruni tangga sampai aku tiba di kamar kakak dan melihat Ayah sudah berada di tempat tidur dalam keadaan sesak napas. Kalian tahu bagaimana perasaanku saat itu?
Aku hanya bisa berdiri di depan pintu dan mulai menangis sejadi-jadinya. Aku benar-benar tidak tahu apa yang harus kulakukan saat itu sampai Ibu menyuruhku untuk menghubungi keluarga yang kebetulan rumahnya berada di depan untuk membawa Ayah ke rumah sakit. Tapi kemudian “Tidak usah, saya tidak apa-apa”, kata Ayah. Tapi aku tetap melaksanakan perintah Ibu sembari memberanikan diri mendekati Ayah dan mulai tidur di samping beliau. “Maafkan Ibu, Yah. Maafkan Ibu”, Ibu meminta maaf kepada Ayah yang membuat aku merasa makin hancur. Apa itu artinya aku akan kehilangan Ayah? Iya? Tak lama kemudian tetangga mulai berdatangan disusul oleh beberapa keluarga dekat. Tapi kemudian setelah pakaian Ayah diganti untuk segera dibawa ke rumah sakit, salah satu dari mereka berkata “Pak Wahab sudah tidak bisa dibawa ke rumah sakit. Beliau sudah tiada. Silahkan diperiksa sendiri”. Aku yang saat itu tengah berada di pelukan kakak kemudian merasa benar-benar jatuh. Jatuh ke jurang yang sangat dalam. Tangisku semakin menjadi. Tak kupedulikan orang-orang yang ada di sekitarku. Aku hanya ingin Ayah. Aku jatuh tak sadarkan diri, entah berapa lama. Ketika aku terbangun aku sudah berada di kamar Ayah ditemani beberapa orang dari keluarga dekat kami. Mereka terus saja menyuruhku istigfar, bersabar. Kalian tidak tahu apa yang aku rasakan. “Kalian tidak tahu”, ingin rasanya aku meneriakkan kalimat ini tapi lidahku terasa kelu. Aku hanya bisa memanggil “Ayah” terus menerus. Aku tidak sempat meminta maaf kepada Ayah. Aku tidak sempat membahagiakan Ayah. Aku kembali tak sadarkan diri hingga beberapa kali. Hingga akhirnya jenazah Ayah harus dimandikan. Aku dan Ibu terus menangis. Setelah dimandikan, kami diizinkan untuk melihat wajah Ayah untuk terakhir kalinya. Dan saat itu aku masih terus merasa kalau ini semua hanya mimpi. Mimpi buruk. Dimana aku hanya ingin terbangun saat ini juga. Akhirnya jenazah Ayah dibawa untuk dishalatkan. Baiklah. Mungkin ini saatnya aku menerima semua kenyataan ini. Kenyataan pahit yang akhirnya memisahkan aku dengan orang yang selama ini selalu membelaku kala Ibu selalu membenarkan kakak, orang yang selama ini selalu memenuhi permintaanku selama itu tidak memberatkan, orang yang selama ini rela menungguku di gerbang sekolah, orang yang selama ini mengajarkanku untuk hidup hemat, dan orang yang memberiku pengalaman hidup yang sangat berharga yang tidak akan pernah aku lupakan. Ayah. Aku minta maaf karena selama ini aku banyak salah. Aku minta maaf karena selama ini aku sering merepotkanmu. Aku minta maaf karena selama ini aku sering mengganggu tidur nyenyakmu. Aku minta maaf karena aku tidak bisa melupakanmu. Dan aku berterima kasih atas apa yang Ayah lakukan untukku selama ini. Entah itu baik atau buruk, aku yakin Ayah tahu itu yang terbaik buat aku. Terima kasih Ayah. Aku mencintaimu. Disini aku merindukanmu. Di pusaramu aku berdoa untukmu, semoga Tuhan menempatkanmu di tempatNya yang sangat indah dan semoga Tuhan mempertemukan kita si surgaNya kelak.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar