.emoWrap{ background:#ccc; border: 1px solid #333; margin:5px; padding:10px;}

Jumat, 29 November 2013

Langkah Awal untuk Berterima Kasih Kepada Orang-Orang HEBAT

          Aku dilahirkan di tengah-tengah keluarga yang sederhana. Sangat sederhana. Ayahku berprofesi sebagai seorang Guru dan Ibuku hanya bertugas memenuhi kebutuhan kami di rumah. Kami? Iya. Ayah, aku, dan dua kakakku. Gaji Ayah yang tidak seberapa itu hanya cukup memenuhi kebutuhan primer kami. Tak jarang pula Ayah harus menahan malu untuk meminjam uang pada orang lain apabila anaknya membutuhkan sesuatu dan beliau sudah tidak memiliki uang. Untungnya kakakku yang pertama sekarang sudah bekerja dan bisa menafkahi diri sendiri.  
          Waktu itu aku sudah akan mengikuti UN di tingkat SMA. Hingga tiba-tiba pada Kamis dinihari tanggal 28 Maret 2013 terjadi sesuatu yang benar-benar diluar dugaanku. Ayah tiba-tiba terjatuh tak sadarkan diri selama beberapa menit hingga kemudian menghembuskan napas terakhirnya di dekatku. Tidur di dekatku. Ayah yang kemarin masih sempat bersabar dan menungguku selama 30 menit sepulang sekolah kini memaksa aku yang harus bersabar mengantar kepergiannya ke pangkuan Ilahi. Sungguh Tuhan itu adil ya. Aku masih ingat betul dengan pesan Ayah sewaktu masih hidup, “Jangan pernah kau berhenti untuk belajar dan ingatlah untuk berterima kasih kepada orang tuamu”. Ini selalu kujadikan motivasi dalam hidup. Ketika aku terjatuh dan tak ada yang mau mengulurkan tangannya untuk membangunkanku.


             Setelah dinyatakan lulus UN, aku sempat berpikir untuk tidak melanjutkan pendidikan ke perguruan tinggi karena khawatir akan biayanya yang pasti cukup besar. Namun, lagi-lagi pesan Ayah menghantui pikiranku. “Bagaimana aku bisa berterima kasih kepada mereka kalau aku malah menyia-nyiakan pengorbanan mereka yang selama ini telah membiayai pendidikanku selama 13 tahun?” Akhirnya aku memutuskan untuk mendaftar ujian masuk di perguruan tinggi negeri. Tidak mungkin aku mendaftarkan diri di perguruan tinggi swasta mengingat biayanya yang sangat mahal. Akhirnya dengan penuh perjuangan, harus tinggal di kost yang sempit milik sepupuku dan tersesat di hari pertama ujian, beberapa minggu kemudian aku dinyatakan lulus masuk ke perguruan tinggi negeri favorit di kota Makassar ini. Aku langsung memeluk Ibu saat itu juga dan tak lupa pula mengunjungi “rumah” Ayah yang sekarang harus tinggal terpisah dengan kami. Sekarang aku akan menghadapi ujian untuk masuk ke semester dua. Selama semester satu ini aku benar-benar seperti orang yang kehilangan arah di 3 bulan pertama. Tidak bisa berbaur dengan teman-teman yang lain dan tidak pernah memiliki keberanian untuk mengutarakan pendapat saat diskusi berlangsung. Ini mengakibatkan nilaiku kemungkinan besar cukup rendah. Tapi aku tidak patah semangat. Aku memiliki motivasi dalam diriku yang akan selalu kujadikan pijakan untuk bangkit dan berdiri. Terbukti, 3 bulan berikutnya aku mulai bisa berbaur dengan teman-teman, meski masih sebagian kecil. Aku juga sudah mulai memberanikan diri untuk bertanya, menjawab, atau hanya sekedar mengeluarkan tanggapan saat diskusi berlangsung. Dan bahkan nilai untuk mid semester mata kuliah Bahasa Inggris lumayan tinggi, mata kuliah kesukaan saya memang. Ah pokoknya aku berharap IPK yang aku dapat semester ini tidak menyedihkan, karena ini akan menjadi langkah awal untuk aku berterima kasih kepada kedua orang tuaku. Khususnya buat Ayah yang ada di surga J

Tidak ada komentar:

Posting Komentar